Sunday, September 18, 2011 - 2 comments

Ke Ambarawa

Hallo there,
Minggu 4 september 2011 kami melakukan wisata mendadak. Well, dikatakan mendadak karena awalnya hanya punya satu tempat tujuan, eh malah nambah lagi objek tujuannya.
Rencana awal kami akan mengunjungi gua maria, Kerep, Ambarawa. Selain berkeinginan untuk berdoa disana kami juga ingin mengajak keluarga Dhamar yang belum pernah mengunjungi Gua Maria untuk berwisata rohani. Maklum, keluarga Dhamar penganut Kristen protestan yang tidak terbiasa ziarah religi seperti yang orang katolik biasa lakukan. Ajakan itu pun bermula malam sebelumnya waktu kami berkunjung ke rumah mereka, mereka pun mengiyakan karena Setelah dari Gua Maria kami berencana ke museum Kereta Api di Ambarwa. Agar si tuyul-tuyul senang di hari minggu lihat kereta.
Kami berangkat pukul 07.00 WIB dengan mengendarai roda dua. Saya-Suami-Ara, Mbak Diana,dan keluarga Dhamar (Dhamar, Nanda, dan putra mereka, Inung, 5th). Kami mampir sarapan dulu di pasar Babadan, Ungaran. Perjalanan kami lalui dengan santai karena jarak semarang-Ungaran bisa di katakan dekat, kurang lebih 1 jam. Kami sampai di tempat tujuan sekitar pukul 09.00 WIB.
Sesampainya di gua maria kami mulai berdoa, sedangkan untuk keluarga Dhamar dan mbak din hanya menemani kami. Setelah itu kami mengambil beberapa gambar kenang-kenangan di replica bukit Golgota.
Di Gua Maria Kerep, Ambarawa ini juga terdapat taman yang luas sekali. Biasanya setelah melakukan ritual religi orang-orang bisa berwisata melihat taman tersebut. Tapi jangan salah, taman ini adalah taman yang juga diperuntukkan untuk umum. Meskipun masih masuk dalam lingkungan Gua Maria anda yang merupakan pemeluk agama lain bisa saja menikmati taman tanpa harus membayar atau meminta ijin terlebih dahulu. Taman di Gua Maria ini tertata sangat rapi dan mendapat perawatan yang bagus.  Sehingga kita sebagai pengunjung di minta pula menjaga taman, salah satunya adalah mematuhi peraturan yang sudah ada. Yaitu tidak menginjak rumput sembarangan dan membuang sampah pada tempatnya.
Kami juga membeli beberapa tanda mata yang tersedia di pinggir jalan sekitar Gua Maria. Cinderamata yang biasa di jual oleh pedagang di sekitar Gua Maria adalah alat-alat berdoa yang biasa di miliki oleh umat katolik. Diantara nya adalah gelang atau kalung berbentuk Rosario; berbagai macam bentuk salib; patung-patung Tuhan Yesus, Bunda Maria, Keluarga Kudus, tersedia dalam ukuran kecil mapun besar; cd-cd lagu rohani; serta berbagai macam aksesori kristiani lainnya. Harga nya pun tidak begitu mahal. Untuk gelang Rosario kecil dari kayu biasa nya seharga Rp.7000,-, sedangkan untuk salib harga mengikuti bahan. Ada salib berbahan fosfor seharga Rp. 90.000,- menurut si penjual  salib tersebut memang agak mahal karena di belakang salib ada ukiran St. benediktus yang dipercaya sebagai penangkal roh jahat. Jadi, bisa di bilang belanja aksesori doa disana tidak akan menguras kantong anda. Dan Puji Tuhan semua seperti nya puas dengan tujuan pertama ini.
nar to the sis



Selepas dari Gua Maria kami menuju Museum Kereta Api. Jaraknya tidak begitu jauh. Dari monument Palagan belok ke arah kanan, sekitar 500 M menuju pasar anda harus belok sebuah gang. Nah sekitar 200 M anda sudah sampai di Museum tersebut. Tidak jauh bukan. Sesampainya di sana kami di buat agak bingung, karena pintu masuk tertutup palang dan terdapat kayu-kayu sebagai penghalang. Setelah bertanya ke petugas yang nongkrong disana kami pun diperbolehkan masuk tanpa membayar biaya karcis lho. Kami di sambut dengan suara lagu yang dimainkan entah oleh siapa yang berasal dari dalam stasiun. Rupanya memang di setting seperti di stasiun Tawang dan Poncol. Beberapa pemuda dengan alat music lengkap memainkan lagu-lagu lawas untuk menghidupkan suasana. Nyaman sekali rasanya, benar-benar seperti kembali ke masa-masa penjajahan Belanda #gaya. Kami pun mulai berkeliling. Sesungguh nya museum ini bagus sekali. Masih ada beberapa peninggalan sejarah perkereta apian yang di simpan rapi di kotak kaca. Bahkan ada toilet pula, yang bertuliskan laki-laki dan perempuan dalam bahasa Belanda, tapi entah itu masih bisa digunakan atau tidak. Terdapat pula foto-foto sejarah pembangunan rel dan stasiun-stasiun pada jaman itu. Tapi sayang dengan tidak adanya pemandu pengunjung merasa seperti sedang berwisata ke tempat yang tidak ada tuan rumahnya.
Anak-anak senang melihat banyak gerbong-gerbong kereta api. Setelah istirahat sejenak suami pun bertanya pukul berapa kah waktu itu. Ternyata masih pukul 11.00 wib. Dia pun mengusulkan kami untuk menambah satu objek wisata lain sekalian mencari tempat untuk makan siang. Dan pilihan jatuh kepada…Candi Gedong Songo.
Perjalanan tidak terasa berat meskipun kami mengendarai kendaraan roda dua. Cuaca sangat bersahabat dan anak-anak pun dalam kondisi prima. Untuk Ara, perjalanan dia gunakan untuk istirahat. Alias tidur. Sehingga ketika sampai di objek wisata ia pun sudah bugar kembali dan tidak rewel.
Sesampainya di Gedong songo kami pun tercengang. Kami lupa kalau hari itu adalah minggu pertama setelah lebaran. Tentu pengunjung candi Gedong songo pun membludak. Tapi apa boleh buat, sudah kepalang tanggung akhirnya kami pun membeli karcis dengan biaya @ Rp. 7.000,- dan memasuki area candi dengan terbengong-bengong melihat begitu banyak nya pengunjung.
Setelah mendapat tanah datar yang adem kami pun menyewa tikar dengan biaya @ Rp. 5.000,- . karena kami membawa bekal sendiri maka kami mulai makan siang dengan lauk yang di bawa dari rumah. Selain karena memang sudah jam makan siang, suasana piknik yang terbangun membuat makan siang waktu itu terasa nikmat sekali.
Merasa bahwa makan siang sudah cukup membangun tenaga, maka kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan naik ke Gedong Songo. Percayalah, anda pasti tidak akan mau melakukan wisata alam seperti ini bila berat badan anda sudah tidak ideal. Dengan susah payah kami (baca : saya) pun sampai di Candi 4 dimana terdapat pemandian air panas yang mengandung belerang. Kami pun ber-istirahat kembali. Beberapa dari kami bergantian mengambil air panas alami yang berasal dari gunung belerang disana.
Setelah hari beranjak sore, dengan sisa tenaga yang ada kami pun ‘turun’ gunung. Sebenarnya jika sesuai dengan ideal wisata candi gedong songo, anda harus melakukan perjalanan lagi sampai di candi ke Sembilan. Dimana itu berarti anda harus naik 2 bukit lagi. Tapi dikarenakan kami sudah ngos-ngosan maka kami kembali ke bawah melalui jalur kuda. Kenapa kebanyakan orang memilih jalur kuda? Karena jalur kuda itu di bangun denganpaving yang sudah rata. Sehingga tidak seberat bila melalui jalur manusia yang masih berbatu-batu yang mengakibatkan kerja sendiri menjadi 5 X lipat. Hehehe.
Konsekuensi dari lewat di jalur kuda adalah bau nya, pembaca yang budiman. Kuda-kuda itu biasa eek sembarangan. Mengakibatkan bau pesing meraja lela selama kami menuruni bukit. Si Inung saja sampai muntah di buatnya. Di akhir perjalanan waktu saya tanya “Nung, suka nggak tadi jalan-jalannya?”, dia jawab “ Tapi nggak di tempat tadi, bau” sambil matanya berkaca-kaca. Hehehe. Kasian, pasti dia merasa terganggu sekali.
Waktu menunjukkan pukul 3 sore waktu kami akan pulang. Sayangnya di tengah perjalanan rem motor yang saya&suami tumpangi rusak sehingga kami harus mampir ke bengkel untuk memperbaikinya. Setelah hampir 1 jam kami menunggu akhirnya motor suami kembali oke dan kami siap melakukan perjalanan pulang. Hanya saja perut mulai keroncongan lagi. Tanpa tau mau makan dimana suami ber-inisiatif untuk mengarah ke alun-alun lama kota Ungaran. Motor pun terparkir di sebuah warung tenda nasi goreng. Karena sebagian besar dari kami menyukai cita rasa pedas kami pun memesan menu dengan rasa pedas. Ternyata oh ternyata, mengutip kata-kata Dhamar : pedasnya menggilaaak. Hhuuuuuuufffttthhhaaahhhh. Asli pedes banget, pemirsa. Alhasil kami pun bingung bagaimana cara makan itu makanan. Di mulut panas di lidah pedas. Tapi mantab rasanya enak. Seru deh. Hanya saja konsekuensi wisata kuliner di alun-alun adalah anda harus punya kantong tebal. Karena penjual mainan anak-anak banyak sekali. Dan akhirnya Ara pun mendapat balon setelah merengek ke Bapaknya. Ampun dije.
Setelah puas dengan mulut menganga kepanasan kami pun beranjak pulang. Menyudahi wisata mendadak hari itu dengan rasa senang. Terimakasih Tuhan, telah memberi kami nikmat telah bisa melakukan piknik antar keluarga yang menyenangkan. Ternyata piknik itu tidak perlu harus siap banyak uang. Dengan modal nekat dan stamina prima rekreasi keluarga pun masih bisa dilakukan. Yang penting tetep sehat tetep semangat agar terus bisa tetep jalan-jalan bersama.
Oke, thank you for reading. Sampai jumpa di jalan-jalan selanjutnya ya J

2 comments:

ninaz September 18, 2011 at 7:34 PM

ini seperti berwisata ke rumah nenek ya...

Puput September 18, 2011 at 7:59 PM

hanya saja mbah ku namanya bukan mbah rowo, mbak...

Post a Comment