Baru baca link ini. Iya, saya telat menyadari untuk menjaga
privasi anak. Berawal dari kesukaan nulis di blog, berlanjut terseret arus
media sosial, membuat saya suka mendokumentasi kegiatan keluarga, baik melalui
tulisan, status, tweet, maupun foto. Sempet heran waktu ada teman-teman yang
ber-statement untuk tidak meng-upload foto anak mereka di internet. Saya pernah
berpikir begini : aduh masa mereka ga mau pamer foto bayi mereka yang lucu-lucu
sih, pelit amat.
Setelah membaca link tersebut saya berpikir ulang untuk
mengikuti jejak mereka, teman-teman yang pelit itu. Yang justru menjaga privasi
anak mereka. Anak-anak kita memang belum punya kemampuan menolak atau
menyetujui ketika kita dengan jumawa nya meng-upload foto mereka, justru itu
lah yang harusnya menjadikan kita, orang tua, untuk tau diri, ga seenak hati memamerkan
moment-moment mereka untuk dipamerkan.
Lalu saya mulai menghapus album-album di facebook. Wow,
banyak banget, dan beberapa foto itu mengingatkan pada moment tertentu. Seperti
kata Ajahn Brahm : Buat apa kita menyimpan foto-foto? Bukankah hidup selalu berubah?
Mengapa anda entah kenapa ingin menangkap momen hidup ini dan membekukannya?
Well, saya bukan biksu. Belum bisa ga memfoto kegiatan anak
saya. Ga cukup ratusan atau ribuan, saya selalu membekukan momen anak saya yang
mungkin tidak terulang bersamaan dengan nya tumbuh dewasa. Tapi setidaknya saya
nggak overshare semua momen yang kami miliki, yang baik dan yang buruk, sampai ia sendiri
yang berkeinginan membagi nya.