Monday, November 4, 2013 - 0 comments

Ara's First Field Trip

Halo.
Minggu lalu sekolah Ara mengadakan acara field trip. Dua objek tujuan nya adalah Gua Maria Talanging Sih yang terletak di daerah tegasari, semarang, dan kolam berenang semawis water park di daerah kedung mundu, semarang juga. Iyah, dalam kota ajah, kan masih balita.

Untuk acara bareng-bareng gini memang baru pertama kali di alami oleh Ara. Seminggu sebelum acara ara sudah sangat excited. Apalagi dia suka main di kolam, meskipun masih takut air, tambah lagi nanti mainnya sama temen-temen dan trainer TBB. Wiidiih, pasti asyik. Meskipun sebelumnya kami melakukan perjalanan jauh dari desa mengunjungi keluarga yang sedang berduka cita, tapi nggak bikin patah semangat untuk ikut outing.
Kami berangkat dari TBB sudah agak siang, harusnya di jadwalkan jam 08.00 tetapi mundur. Bukan, bukan karena peserta terlambat datang, untuk acara anak begini malah semua peserta tepat waktu lho. Jam berangkat mundur dikarenakan ada mobil orang tua yang ban nya kempes. Alhasil untuk beberapa kendaraan berangkat duluan, sedang sisa nya nunggu mobil tersebut dikembalikan, dan sebagainya. Malah ada beberapa keluarga yang sudah duluan menunggu di Gua Maria, jadinya mereka



harus menunggu lebih lama lagi. But wouldn’t complain any longer lah yaa, demi anak-anak, lagian sudah berlalu juga.


Sesampainya di Gua Maria kami berkumpul untuk berdoa, di pimpin oleh bu Cisca dan berkat perutusan oleh Suster. Ga lama-lama yes, karena matahari udah garang banget, karena acara selajutnya adalah berenang, makanya kami bergegas berangkat ke objek tujuan selanjutnya, kolam berenang.
Sesampainya disana anak-anak udah seneng ajah. Apalagi Ara, udah kepengennya ganti baju berenang. Hehe. Puji Tuhan meskipun panas nya kebangetan, acara berjalan lancar. Anak-anak seneng dan ga kecapekan, karena tempatnya ga jauh dan acara nya selesai sebelum jam 12 siang.

Will tell you another story, I’ll be back for blogging. 
Thursday, October 10, 2013 - 0 comments

Privat Privacy

Baru baca link ini. Iya, saya telat menyadari untuk menjaga privasi anak. Berawal dari kesukaan nulis di blog, berlanjut terseret arus media sosial, membuat saya suka mendokumentasi kegiatan keluarga, baik melalui tulisan, status, tweet, maupun foto. Sempet heran waktu ada teman-teman yang ber-statement untuk tidak meng-upload foto anak mereka di internet. Saya pernah berpikir begini : aduh masa mereka ga mau pamer foto bayi mereka yang lucu-lucu sih, pelit amat.
Setelah membaca link tersebut saya berpikir ulang untuk mengikuti jejak mereka, teman-teman yang pelit itu. Yang justru menjaga privasi anak mereka. Anak-anak kita memang belum punya kemampuan menolak atau menyetujui ketika kita dengan jumawa nya meng-upload foto mereka, justru itu lah yang harusnya menjadikan kita, orang tua,  untuk tau diri, ga seenak hati memamerkan moment-moment mereka untuk dipamerkan.
Lalu saya mulai menghapus album-album di facebook. Wow, banyak banget, dan beberapa foto itu mengingatkan pada moment tertentu. Seperti kata Ajahn Brahm :  Buat apa kita menyimpan foto-foto? Bukankah hidup selalu berubah? Mengapa anda entah kenapa ingin menangkap momen hidup ini dan membekukannya?

Well, saya bukan biksu. Belum bisa ga memfoto kegiatan anak saya. Ga cukup ratusan atau ribuan, saya selalu membekukan momen anak saya yang mungkin tidak terulang bersamaan dengan nya tumbuh dewasa. Tapi setidaknya saya nggak overshare semua momen yang kami miliki,  yang baik dan yang buruk, sampai ia sendiri yang berkeinginan membagi nya.
Friday, August 23, 2013 - 0 comments

cerita daycare lagi

Hallo again. Kita ngomongin daycare lagi ya.
Kemarin saya dapat undangan pernikahan dari salah satu ibu asuh Ara. Dari situ saya baru tau kalau beliau bergelar S.E. Saya sebenarnya juga tau kalau ibu-ibu yang kain juga berasal dari pendidikan yang tinggi. Disini saya tidak bermaksud mengatakan bahwa pendidikan standar tidak menciptakan manusia yang lebih buruk lho. Well what i am trying to say is .. Dengan uang pas-pasan bisa nggak kita mendapat asisten rumah tangga yang berpendidikan universitas?
Mungkin itu satu dari sekian keunggulan daycare di banding asisten rumah tangga. Kebaikan lain yang kami rasakan adalah kami masih mendapat kedekatan yg sama dengan anak seperti sebelum kami titipkan. beda dengan asisten rumah tangga,apalgi yang stay all day di rumah, bisa di ajak gantian ngurus si kecil. tapi kalau hari di daycare selesai maka anak jadi tanggung jawab ortu nya lagi. mau secapek apapun ga peduli tetep nurutin kebutuhan anak. jangan di kira setelah ikut daycare ara jadi mandiri bisa ikut siapapun. justru malah sekarang apa-apa tetep mamah-bapak. nggak bakal bisa di titipin ke orang lain. lagian setelah weekdays apa kita tega pergi sendiri tanpa anak?
well..thats all in my opinion lho ya.
see u in another cerita ;-)

Tuesday, July 30, 2013 - 0 comments

Magic words for little one

Banyak cara untuk menanamkan hal baik kepada anak. saya ingin membagi nya disini. saya pernah menonton film The Help, dimana ada satu scene saat si pengasuh mengatakan hal-hal baik tentang si anak dan di lakukan berulang-ulang, meskipun anak tersebut bukan anak kandung nya tapi ia mencoba membangun karakter anak agar bertahan dalam suasana keluarga nya yang mengabaikan keberadaan nya.

sejak saat itu saya selalu membisikkan 4 hal kepada Ara sebelum ia tidur. bahwa kakak Ara itu Baik, kakak Ara itu Cantik, kakak Ara itu pintar, dan kakak Ara itu penting.

Baik,agar ia menjadi manusia yang manusiawi. Cantik, agar ia merasa percaya diri. Pintar, tentunya pandai dalam segala hal. dan Penting, agar ia merasa di hargai dan kehadiran nya di dunia ini bukan tanpa alasan.

dulu waktu saya memulai mengatakan magic words itu Ara belum paham. setelah paham pun ada fase dia tidak mau mendengarkan. tapi sekarang menginjak usia 3,5 tahun ia merasa punya moment menjadi anak tersayang mama bila saya mengatakan 4 kata diatas. ia bahkan sudah hapal bila mama mendaraskan kata ajaib :
(kakak itu Ba...)..ik, (kakak itu can..)..tik, (kakak itu pin..)..tar, (kakak itu pen..)..ting! ( ilove you sayang), i love you mommy.

what a wonderfull world.

saya belum tau dampak nya bagi masa depan Ara, tapi harapan dalam kata-kata mama adalah doa bukan. ayo mulai katakan hal-hal bagus mengenai si kecil anda.

Sunday, July 21, 2013 - 0 comments

Quote for daughter

"Apapun yang kau lakukan, kau tidak harus pergi ke gereja setiap hari atau setiap minggu. Sepanjang kau bisa meletakkan kepala di bantal di malam hari dan tidak menyesali hal-hal yang sudah kau lakukan seharian, berarti kau telah menjadi kristen yang baik..
Jika kau menyesal, jangan lakukan itu lagi"
Omi, Little girl lost, hal. 23

Monday, July 15, 2013 - , , 1 comments

Tentang Daycare

Untuk beberapa orang tua bekerja menitipkan anak ke pengasuhan orang lain adalah hal yang teramat sangat berat. Kenapa saya katakan beberapa? karena ada yang masih punya orang tua a.k.a kakek nenek yang bisa di titipin. Tentunya nggak seberat kalau di asuh oleh orang lain dong. For some reasons orang tua lain terpaksa menitipkan anak nya ke berbagai macam alternativ pengasuhan anak. Itu tergantung pemikiran dan keadaan masing-masing keluarga.
Untuk kami yang tidak bisa menitipkan anak ke orang tua/saudara maka pilihan nya hanya dua : asisten rumah tangga atau daycare. Pilihan jatuh di nomor dua. Awalnya saya nggak tega, apalagi kami masih menggunakan kendaraan bermotor dua sebagai alat transportasi. Kalau hujan pas dia pulang duh ngerasa bersalah banget. Selain alasan itu sih semua oke oke saja. Baiklah saya akan berbagi pengalaman soal ini.
Memilih daycare itu kayak cari soulmate. Begitu banyak syarat yang harus dipenuhi. Apalagi buat anak nggak boleh coba-coba ya.. Meskipun nggak ada yang sempurna paling enggak beberapa prinsip utama dipenuhi oleh daycare yang kita pilih.
Pertama kami mencari daycare di daerah tempat kerja saya yang kebetulan dekat rumah juga. Tentu dengan alasan nanti dekat kalau menjemput. Anak juga tidak terlalu jauh di perjalanan. Di daerah itu memang terdapat satu daycare yang sangat sesuai dengan kebutuhan dekat yang kami pikirkan tadi. Cukup 5 menit dari tempat kerja saya dan 10-15 menit jaraknya dari rumah. Sangat ideal. Tetapi ketika kami survey ada beberapa hal yang menurut kami tidak sesuai. Daycare tersebut bisa di bilang baru berdiri. Letaknya di sebuah rumah toko dua lantai. Saya nggak bermaksud menceritakan hal buruk atau sebagainya, saya memaklumi sebagai usaha baru di butuhkan banyak modal, tapi sayang fasilitasnya minim sekali. Dengan interior minimalis maka kondisi nya terlihat agak kumuh, lagipula hanya terdapat dua bed disana. Satu di lantai bawah dan satu lagi dilantai atas untuk anak yang usianya diatas 3 tahun. It means mereka berbagi bed dengan anak lain. Emang double bed gitu bisa buat berapa anak sih? Untuk usia 3-4 tahun mungkin hanya muat 4 anak. Sedangkan yang bawah buat anak di bawah 3 tahun, they also should share the bed? Selain masalah tempat, jumlah pengasuh juga jadi pertimbangan kami. Dengan 2 pengasuh saya nggak yakin anak saya di-handle dengan baik. Kalau untuk guru sih nggak masalah ya handle 20 anak sekaligus, tapi ini kan pengasuhan dari pagi sampai sore. Apalagi kekhatawiran kami karena baru pertama menitipkan anak ke orang lain. Bisa-bisa anak saya dicuekin nih, begitu pikir saya waktu itu. Hal terakhir yang mengurungkan niat kami memilih daycare tersebut adalah tempat nya yang berupa ruko. Anak akan naik tangga sendiri, belum lagi depan ruko langsung tempat parkir. Bisa-bisa dia lari keluar tanpa ada yang mengetahui bisa gawat. Cukup kan ya alasan-alasan itu.
Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke daycare lama. Mengapa kami sebut 'lama' dikarenakan persis setahun lalu saya pernah survey tempat ini. Sebenarnya kami sudah sangat sreg dengan daycare tersebut hanya saja setelah survey saya memutuskan untuk tidak bekerja lagi jadinya batal menitipkan Ara disana. Yang jadi pertimbangan kami sebenarnya adalah letaknya yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami. Sekitar 30 menit bila lalu lintas lancar. Tapi suami membantu dengan mengatakan apakah kita merasa aman meninggalkan anak 8 jam dengan pengasuhan seadanya meskipun dekat dengan dengan rumah, atau mempercayakan pada ahli nya walaupun jaraknya jauh. Toh selama perjalanan Ara juga baik-baik saja. Meskipun ragu pada awalnya tapi akhirnya saya memutuskan untuk percaya.
Tempat penitipan Ara ini bernama Eduard Michelis. Di bawah yayasan sosial Soegijapranata. Memang yayasan Katolik. Tapi itu bukan satu-satunya alasan kami. Bangunan sekolah Ara menempati bangunan paling belakang. Seperti layaknya bangunan yang dimiliki yayasan katolik lain, kawasan Eduard micelis ini juga mempunyai bangunan yang heboh besar, luas, dan rindangnya. Kenapa saya katakan kawasan, karena Eduard michelis di kelilingi oleh bentuk pelayanan lain di sekitarnya.  Seperti Balai Pengobatan di bagian depan, Rumah bersalin di bagian tengah, panti Wreda untuk suster di bagian belakang, jadi untuk masalah keamanan pasti terjamin. Tidak langsung menuju jalan besar dan orang asing pun langsung tersaring.
Untuk tempat sudah tersolusikan, hal penting lain adalah pelayanan kepada anak asuh. Bagi anak yang berangkat dari asuhan ibu, seperti Ara, susah sekali untuk berganti ke pengasuhan orang lain. Di harapkan dari daycare menawarkan satu ibu asuh yang menjadi pusat perhatian anak. Meskipun nantinya ketika anak mulai memahami situasi ia harus berbagi ibu asuh tersebut dengan teman  teman nya. Itu sudah tersolusikan di daycare Ara dengan kehadiran bu Emi. Pada awal hari nya di daycare hanya bu Emi lah yang di cari Ara. Hanya dengan bu Emi ia merasa aman. Meskipun ia kemudian bercerita saat makan dan mandi di asuh oleh ibu yang lain, tapi saat pertama tiba di sekolah ia tau harus menuju ke siapa.
Sedikit berbagi pengalaman kami yang tidak mudah menjalani semua ini. Inginnya mama di rumah jagain Ara sampai besar. Tapi karena tuntutan kebutuhan hidup maka saya harus keluar rumah mencari pendapatan. Hari pertama Ara berada di daycare saya merasa bersalah sekali. Pengen nangis, makan siang nggak enak, ingin nya cepet sore biar ketemu anak. Tapi hati di besarkan dengan pemikiran tentang konsekuensi dan dasar keputusan ini di buat. Apalagi tiap bangun tidur Ara selalu nangis karena nggak mau sekoyah. Kami memberi tau Ara alasan mengapa mama harus kerja. Namanya juga bayi, sulit bagi nya untuk memahami. Bahwa mama bekerja agar mendapat uang. Uang di gunakan untuk membantu bapak memenuhi kebutuhan hidup kami. Buat maem, buat sekolah, termasuk beli mainan. Butuh waktu sekitar 3 minggu untuk nya mengerti penjelasan kami. Ketika diberi pilihan bahwa mama di rumah tapi nggak bisa belikan mainan dia menolak. Mungkin dia merasa dilema, tapi begitulah kami mengajarinya memilih.
Dari susah bangun sampai akhirnya mau bangun. Dari bangun nangis sampai akhirnya bangun nggak nangis. Dari nggak mau mandi sampai akhirnya mau mandi walaupun nangis. Dari mandi nangis sampai mandi nggak nangis. Dari sampai sekolah teriak-teriak minta pulang sampai cuma nangis di pangkuan bu Emi. Dari nggak mau ngomongin sekolah kalau di tanya sampai bercerita semua kejadian di sekolah.
Butuh waktu sekitar 7 minggu untuk kami menjalani proses. Terkadang ketika orang mengatakan bahwa semua itu proses, hati kecil kami ingin berteriak. bu sisca  juga membesarkan hati kami mengenai proses yang tiap anak harus jalani. meski kami bertanya sampai kapan proses ini, bagaimana proses orang lain, mengapa proses kami berbeda, sampai muncul pertanyaan mengapa harus ber-proses?? Tapi memang proses lah yang mendewasakan manusia. Bila waktu menyembuhkan luka, maka waktu pula mengajari kita bagaimana harus bersabar dan mengalami.
Hari ini adalah minggu ke delapan. Bangun tidur Ara sudah terenyum. Sambil bertanya "Bapak mau kemana?", "Bapak mau kerja" jawab bapaknya. Lalu ia bertanya lagi "kalau kakak?", jawab si bapak "ya kakak sekolah dong". Lalu tersenyum lah Ara sambil bilang "ah nanti mau bilang bu Emi kacamata bayu ku". Sampai di sekolah ia pun langsung mencari bu Emi, menunjukkan kacamata baru nya, mencium kami dengan suka cita dan melambaikan tangan dengan tersenyum. (/ ^^)/
Well, life..
Terimakasih Tuhan Yesus, bunda Maria, bapa Eduard Michelis, dan tentu ibu-ibu pengasuh Ara. we love you.
#untuk cerita lain ttg daycare will post later yah :-D
ini foto Ara pulang sekolah. wangi ceria dan bahagia..
Thursday, May 16, 2013 - 0 comments

Dolphin oh no

Post for 18-03-2013

Minggu lalu kita nonton lumba-lumba lagi. Well semoga ini yang terakhir. Gara-gara nya suami janjian sama temen-temen kantor buat nonton lumba-lumba buat nyenengin anak masing-masing.
Sebelumnya saya udah ngajak sodara dan temen buat nemenin saya, secara saya nggak begitu enjoy kalau hang out sama temen suami. Tapi sodara nolak karena panasnya naudubilah, kan soalnya pentas lumba-lumba keliling, tau sendiri gimana kondisinya, apalagi bawa balita. Kalau temen jelas nggak mau, anaknya baru umur dua bulan. Hihi.
Akhirnya kami berangkat juga. Biar anak rekreasi, meski tempat tujuan nya nggak jelas gitu. Saya sebenernya nggak suka sama pentas lumba-lumba. Secara pribadi saya mikir kenapa sih mereka musti terpilih buat menjalani hidup seperti ini. Terpisah dari keluarga dan habitat nya. Karena kecerdasan mereka dipergunakan untuk kepentingan hiburan semata. Apalagi selain pertunjukan lumba-lumba ada pertunjukan hewan lain, biasanya berang-berang, burung kakak tua, dan beruang madu.
Apalagi setelah saya baca kampanye anti pentas lumba-lumba yang saya lihat dari tweet nya Riyani djangkaru. Saya juga pernah lihat di kompastv waktu choky netral diwawancarai soal itu. Lumba-lumba adalah hewan yang menggunakan sonar untuk berkomunikasi dengan sesama nya di laut lepas. Kalau dia hidup di lingkungan terbatas kemungkinan sinyal sonar itu hilang. Mau komunikasi sama siapa dia? Itu baru satu hal betapa tidak berkembang secara alaminya jika hewan tidak berada di habitat nya. Belum lagi kalau lihat berang-berang main bola voli atau beruang madu naik sepeda. Kenapa kita nggak nonton badut aja sih?
Saya juga nggak setuju sama yang namanya kebun binatang. Buat apa sih manusia menangkar hewan-hewan liar Cuma buat di lihat? Edukasi? Anak bisa lihat lewat gambar, sekarang juga udah canggih kan dengan nge-shoot pakai robot bagaimana kehidupan hewan liar misal kayak di Afrika, tanpa mereka terganggu dengan hadirnya manusia. Itu gunanya para photografer wild life, buat mencari gambar makhluk-makhluk lain di luar kehidupan peradaban manusia. Cukup kita tau bagaimana bentuk harimau dan cara hidup mereka dari discovery chanel. Kalau habitat mereka nggak diganggu gugat mereka akan bertahan. Seperti misal nasib orang utan di kalimantan. Mereka butuh sembunyi di hutan untuk hidup. Kita nggak harus tau muka mereka kan? Siapa yang mengharuskan coba? Well, its all my humble personal opinion.
We are the real planet earths virus.
Akhirnya saya berhasil bilang sama suami, kalau semoga ini terakhir kita nonton pentas lumba-lumba. Dengan membeli tiket berarti kita membantu pengusaha pentas lumba-lumba buat bertahan. Saya juga bilang sama anak kalau seharusnya lumba-lumba tidak tinggal di kolam, tetapi di laut. Juga beruang madu dan berang-berang, they deserve the wild. Dia sih manggut-manggut, biar masih 3 tahun, saya harap saya menanamkan hal manusiawi dan alami ke dalam hati si kecil yang masih murni.

- 0 comments

Kids movie

Beberapa waktu lalu kakak ipar saya menjanjikan sesuatu kepada Ara. Katanya di rumah ia punya barbie. Lalu ketika ada kesempatan ketemu diberikan lah mainan yang di janjikan nya itu kepada Ara. Badala, it wasnt barbie. Ternyata yang di kasih itu mainan bongkar pasang dengan karakter disney princess, snow white dan cinderella. Its not even close to any barbie in the world. Can you see the similiarity? Barbie? Disney princess? *sigh*
Mungkin di luar sana banyak orang tua seperti kakak ipar saya itu. Mereka tidak update karakter kartoon anak atau mainan-mainan anak atau bahkan hal-hal yang sedang trend di kalangan anak-anak. Theyre just too busy making money for their kids, but they just dont care at all about what makes their kids happy. Their own kids especially, all the kids in the world generally.
I love watching movies, so does my kid. Or i just can say that i whose introduce movies to her. Saya memang yang memilihkan tontonan buat anak saya, meskipun itu terlihat arogan, karena saya memilih apa yang akan di tonton anak menurut baik buruknya dari segi pandang saya saja. Karena kami tidak berlangganan tv kabel yang menyediakan channel khusus anak dan bayi maka kami membelikan Ara cd. Pada masa bulan-bulan pertama Ara kami menggempurnya dengan tumpukan vcd baby einsten. Kata nya sih bisa bikin anak cerdas, wether true or wrong, yang jelas ia terhibur. Menginjak masa yang lebih kompleks kami mengenalkannya dengan Barney. It worked well. Barney memang di rancang untuk usia 1 tahun ke atas. Gerakan di film seri barney lambat, mempermudah anak untuk mengikuti jalan cerita tanpa terburu-buru. Selain itu Barney penuh dengan nyanyian. Kiddos love singing and dancing right? Selain itu kita juga belajar banyak tentang lagu-lagu anak. Selain Barney kami juga memberikan nya Telletubbies dan Pocoyo.
Setelah berabad-abad televisi kami di jajah Barney and friends, kami sekarang mengalami sebuah revolusi. Sekarang televisi kami di sabotase Strawberry shortcake dan Dora the explorer. Kemajuan kan? Selain itu kami juga memperkenalkan Ara pada Mickey mouse, Doc Mcstuffin, Frosty the snowman, dan beberapa serial lain yang menarik. Ara nggak suka thomas, the cars, atau robot-robot. Well, yes, Ara is a girl off course.
Suatu hari keponakan main ke rumah, celana nya bergambar baby bop, teman Barney. Waktu itu Ara bilang mah, baby bop, sang sepupu menjawab bukan, itu barney!, kemudian si ibu menegaskan ya, itu barney. Oh god, dinosaurus perempuan  hijau itu adalah baby bop, please. Lalu suami saya nimbrung ya, itu baby bop. Dalam rangka membela anak kami, dan mengutakan kebenaran ke penjuru dunia. And that sister in law just didnt care. Why she didnt care? I just dont get her. pada suatu ketika yang lain, sepupu suami main ke rumah. Ia seumuran dengan saya, anak nya pun Cuma beda 3 bulan dari Ara. Waktu tanya soal film kesukaan ara menyebut strawberry shortcake, secara mengejutkan si tante pun menyanyi lagu soundtrack strawberry shortcake. Oh how i love her. meskipun anak nya cowok tapi nggak membuat dia nggak ngerti soal  film anak cewek. Thats what cancer does, we love our family. Toss ya maaak. *lhoh?*
Yes, i loove watching movies. Not only in genres that i like to watch, but also what my kid watchs. Mengapa kadang kita merasa terlalu tua dan bijaksana untuk ikut menonton apa yang di tonton anak? Mengapa dengan menyerahkan anak kepada tontonan nya membuat kita leluasa meninggalkannya dengan segala kesibukan kita yang lebih penting? mengapa oh mengapa? bukan nya sombong ya, saya hanya menemani anak saya nonton film nya. saya mengetahui apa saja cd yang anak saya koleksi. Saya tau judul mana yang mengandung cerita apa. Saya tau scene mana yang anak saya ingin tonton berulang-ulang. Saya ngerti semua lagu dalam film-film anak saya. Well, nggak semua hapal, kadang beberapa saya Cuma bisa nada nya. Bahkan suami saya harus nanya dulu, ma, mana ini strawberry kutek-kutek?.  title menu, nomor dua dari bawah, judulnya yang glittery, kamu cepetin sampe sini, terus balik lagi sebentar sampai episode yang pertama selesai. Yes, saya penguasa remote control.
Apa mungkin karena saya ibu rumah tangga jadi saya bisa leluasa nonton film? Nggak juga. Waktu saya kerja pun ketika sore hari anak saya nonton film nya saya ikut nemenin. Meskipun pikiran kita terbebani dengan wah cucian banyak, capek banget dan lain-lain, tapi sedikit mungkin saya berusaha menemani anak nonton.  Pernah suatu masa ketika saya sibuk ini itu, saya nggak ikut nonton serial barney baru yang di tonton Ara. Saya ketinggalan jauh. Sampai waktu anak saya minta yang bagian ini itu saya nggak tau, buta sama sekali. Saya merasa bersalah,si anak marah-marah, porak porandah. Mungkin ini susah nya membagi pikiran ketika ngurusin anak. They ask you your whole body and mind. Nggak bisa setengah-setengah. Bagi para ibu bekerja, luangkan lah waktu untuk duduk santai menonton bersama anak. Lupakan ini itu yang harus dikerjakan. Just be present. Untuk ibu rumah tangga, mak nyuci nya nanti aja waktu anak tidur.
Kalau kita menyerahkan tontonan kepada anak maka akan sulit bagi nya mencerna bagian tertentu yang tidak ia mengerti. Ia juga belum tentu nangkep maksud film kalau bukan kita yang menjelaskan. Kalau kita nggak ngerti karakter dalam film yang ia tonton kepada siapa ia bisa bertanya. Apalagi balita kan belum bisa baca. Contoh nya film strawberry shortcake, ia punya banyak karakter. Apalagi nama-namanya hampir sama. Perpaduan nama buah dan kue. Hampir sama dengan aturan membaca buku untuk anak, kita di harapkan membaca dulu untuk mengetahui isinya sebelum di bacakan kepada anak kan? Begitu juga dengan film. Kalau bukan kita, Kepada siapa anak bertanya beda nya raspberry dan strawberry? Mereka sama-sama punya rambut berwarna merah. ma, angel cake itu suka nya mayah-mayah ya ma, kata ara suatu ketika. iya, jangan suka marah kalau main, nanti ndak punya temen, harus smile dan happy biar temen nya banyak. Angel cake di suatu episode bersikap sangat tidak sportif, tiap kali ia tidak bisa menangkap bola ia marah kepada teman-teman nya. How do you know if you dont watch the movie? Thank me i did.
Menemani anak nonton filmnya nggak harus di lakukan tiap saat kok. Anda cukup menonton nya sekali dua kali. Tonton dengan seksama sehingga anda tau isi film, nama karakter, barang-barang apa yang di gunakan, dan apa pesan moralnya. Barang-barang?? Jaga-jaga kalau si anak tanya ma, yang di pakai orange blossom tadi apa namanya?. Nah lo. Setidaknya anda tau dunia anak anda, and you wont get lost.
Menonton film anak bukan berarti anda kehilangan waktu efektif. Menjadi kanak-kanak lagi itu bukan dosa. Lagi pula nggak ada yang menuntut kita selalu dewasa. Be with your kids, and be a kid again and again, its just fun.

Wednesday, May 15, 2013 - 0 comments

Librari-lover

Saya tiba-tiba kangen sama perpustakaan. Well,i was a library maniac. Dulu sewaktu masih nomaden, young, single and available, saya nggak pernah nggak punya library member card.
Semua berawal dari perpustakaan esema. Disana saya pertama  kali bertemu trilogi genduk duku-lusi lindri-roro mendut. Disitu lah pertama kali saya merasa euforia mendapat akses gratis ke berbagai macam jendela dunia. Saya juga ingat dulu ketika kelas tiga esema saya sering pulang sendiri. Kalau berjalan memutar melewati perempatan alun-alun saya akan melewati perpustakaan daerah. Awalnya saya agak takut dengan bangunan nya yang tua. Gedung mana sih yang ga tua kalau di kelola pemerintah?  Ternyata setelah memasuki bangunan dalam nya saya merasa menikmati suasana homy sebuah perpustakaan. Dont judge a library from its building. Haha. Penjaga perpustakaan nya pun ramah.  Suasana nya nyaman dan dingin. Peminat nya pun lumayan banyak. Kebanyakan memang para pelajar, dari usia sekolah dasar sampai sekolah menengah umum seeprti saya waktu itu. Setelah buku perpustakaan sekolah tidak lagi menarik maka kesini lah saya mampir sepulang sekolah. Hanya bermodalkan kartu pelajar saya sudah mengantongi kartu anggota. Buku-buku nya pun lumayan lengkap untuk ukuran perpustakaan daerah. It is a great memory.
Setelah kuliah saya diperkenalkan dengan perpustakaan wilayah oleh teman-teman kampus. Sebagai anak baru di kota tentu saya takjub dengan koleksi buku yang perpustakaan wilayah (perwil) punya, dibanding dengan perpustakaan sekolah dan daerah di kota kecil saya. Saya merasa beruntung sekali. Apa sih yang ngalahin bau harum buku-buku yang berjejer rapi di rak? It was my little heaven. Untuk beberapa periode disana lah saya menghabiskan waktu.
Setelah bekerja nyambi kuliah ( kebalik nggak sih? ) saya jarang sekali membaca buku. Itu mungkin dikarenakan saya bekerja di seputar internet. Selain itu keinginan mempunyai buku lebih besar di banding meminjam. Karena tempat kerja saya di tengah pusat kota maka akses menuju toko buku pun gampang. Dari toko Gunung agung, gramedia, sampai merbabu. Saya mulai membeli buku. Tidak lagi meminjam. Lagi pula jarak tempat saya kerja-rumah dengan perpustakaan wilayah lumayan jauh. Jadilah saya mulai menjauhi perpustakaan. Apalagi setelah saya lulus kuliah, otomatis saya nggak punya KTM lagi. Makin susah jadi member perwil. Harus dapat surat RT/ instansi tempat kerja. Repot ya. Apalagi semakin menua makin malas lama-lama baca. Lebih baik lama-lama bergaul. Hiyahh.
Sekitar tahun 2008 saya mengeluarkan diri dari tempat kerja yang nyambi kuliah tadi. Berhubung kakak saya menyewa rumah agak jauh dari pusat kota jadi nya saya agak malas keluar-keluar. Saya lupa entah dari mana mendapat informasi tentang perpustakaan daerah di daerah itu, yang jelas saya udah nyasar aja kesana. Hehe. Apalagi bangunan itu tidak bertuliskan perpustakaan daerah melainkan instansi pemerintah lain yang saya lupa apa itu. Pokoknya disana kerinduan saya akan akses buku murah pun terobati. Hanya membayar biaya pendaftaran sekitar Rp. 10.000,- saya bisa meminjam buku sesuka hati saya. Jangan salah lho menilai perpustakaan daerah disana, meskipun nggak lengkap banget tapi saya bisa menemukan Paulo Coelho. Keren kan?
Setelah menikah maka dapat di tebak bahwa saya tidak lagi mengakses buku-buku. Anda benar, tapi juga sedikit salah. Haha. Setelah menikah saya bersama suami tinggal di daerah kota. Tapi tidak lantas saya mendaftar kan diri jadi anggota perwil lagi. Karena saat itu saya bekerja maka saya tidak punya waktu luang tengah hari untuk melakukan transaksi pinjam meminjam di perwil. Tapi saya tidak kalah akal, saya mendaftar penyewaan buku komersial. Well, bisa di bilang mahal sih, tapi kalau ga pegang buku rasanya gimana gitu ya. Meskipun di persewaan buku itu kebanyakan hanya novel dan buku fiksi tapi itu tidak mengurungkan niat saya. Kadang nyempil buku bagus diantara tumpukan buku nggak menarik, kan?
Masa-masa awal punya anak diwarnai dengan kesibukan. Maka untuk masalah buku vakum dulu. Yang sering di baca hanya sumber-sumber tumbuh kembang anak. Tapi setelah anak menginjak 1 tahun rasa rindu membaca itu datang lagi. Kebetulan di tempat baru itu ada persewaan buku juga. Agak mahal sih kalau di hitung-hitung tapi persewaan buku ini lumayan bagus juga. Buku-buku nya pun nggak main-main. Bayangkan, di persewaan buku yang kebanyakan koleksinya adalah komik kita bisa menemukan buku berat nya Karen Armstrong. I was a lucky girl.
Sekarang, di tempat tinggal baru ini saya seperti terbuang jauh ke masa purba. Tidak ada perpustakaan, tidak ada persewaan buku, jauh dari toko buku, jobless-which mean i can not spend money that i am not earn-, i am totally lonesome.
Thats why how i miss spending time all day long dlosoran in the library. I miss those times. Bau buku di rak, suasana orang-orang yang nutupin buku-buku yang mau kita lihat, atau rebutan mau ngambil buku yang sama. Saya Cuma bisa berharap nanti kalau anak saya sudah cukup besar saya bisa mengajari nya mencintai (and dying for) perpustakaan. Like i was, and i am still.

Sunday, April 28, 2013 - 0 comments

Anak lagi?

Yah..si babe udah mimpi punya bayi laki-laki lagi. Hehe. We really want to have another baby. Tapi....

Thursday, February 14, 2013 - 0 comments

Dilema nya jadi Ibu jaman sekarang


Betapa dilematis nya menjadi perempuan kebanyakan di jaman modern ini. Anda tidak dapat merengkuh dua pilihan dalam kehidupan mengenai anak anda. Anda hanya boleh memilih satu, dengan berbagai macam konkuensi. Wanita pekerja atau ibu rumah tangga. Kalau di jaman dulu, dengan psikologi orang jawa, wanita hanya punya satu pilihan. Menjadi ibu rumah tangga dan semua orang memakluminya. Kalau pun beberes rumah dan nganter makan suami di sawah sih sudah kewajiban ya. Maksud saya disini, perempuan jaman itu tidak di tuntut oleh perkembangan jaman. Kebutuhan informasi, perkembangan pemikiran dan kemampuan, serta berbagai macam tetek bengek emansipasi. Well, i am not trying to say that is a bad thing, tapi kebutuhan cara pandang dan pemikiran membuatnya tidak se-sederhana jaman dulu.