Thursday, May 16, 2013 - 0 comments

Dolphin oh no

Post for 18-03-2013

Minggu lalu kita nonton lumba-lumba lagi. Well semoga ini yang terakhir. Gara-gara nya suami janjian sama temen-temen kantor buat nonton lumba-lumba buat nyenengin anak masing-masing.
Sebelumnya saya udah ngajak sodara dan temen buat nemenin saya, secara saya nggak begitu enjoy kalau hang out sama temen suami. Tapi sodara nolak karena panasnya naudubilah, kan soalnya pentas lumba-lumba keliling, tau sendiri gimana kondisinya, apalagi bawa balita. Kalau temen jelas nggak mau, anaknya baru umur dua bulan. Hihi.
Akhirnya kami berangkat juga. Biar anak rekreasi, meski tempat tujuan nya nggak jelas gitu. Saya sebenernya nggak suka sama pentas lumba-lumba. Secara pribadi saya mikir kenapa sih mereka musti terpilih buat menjalani hidup seperti ini. Terpisah dari keluarga dan habitat nya. Karena kecerdasan mereka dipergunakan untuk kepentingan hiburan semata. Apalagi selain pertunjukan lumba-lumba ada pertunjukan hewan lain, biasanya berang-berang, burung kakak tua, dan beruang madu.
Apalagi setelah saya baca kampanye anti pentas lumba-lumba yang saya lihat dari tweet nya Riyani djangkaru. Saya juga pernah lihat di kompastv waktu choky netral diwawancarai soal itu. Lumba-lumba adalah hewan yang menggunakan sonar untuk berkomunikasi dengan sesama nya di laut lepas. Kalau dia hidup di lingkungan terbatas kemungkinan sinyal sonar itu hilang. Mau komunikasi sama siapa dia? Itu baru satu hal betapa tidak berkembang secara alaminya jika hewan tidak berada di habitat nya. Belum lagi kalau lihat berang-berang main bola voli atau beruang madu naik sepeda. Kenapa kita nggak nonton badut aja sih?
Saya juga nggak setuju sama yang namanya kebun binatang. Buat apa sih manusia menangkar hewan-hewan liar Cuma buat di lihat? Edukasi? Anak bisa lihat lewat gambar, sekarang juga udah canggih kan dengan nge-shoot pakai robot bagaimana kehidupan hewan liar misal kayak di Afrika, tanpa mereka terganggu dengan hadirnya manusia. Itu gunanya para photografer wild life, buat mencari gambar makhluk-makhluk lain di luar kehidupan peradaban manusia. Cukup kita tau bagaimana bentuk harimau dan cara hidup mereka dari discovery chanel. Kalau habitat mereka nggak diganggu gugat mereka akan bertahan. Seperti misal nasib orang utan di kalimantan. Mereka butuh sembunyi di hutan untuk hidup. Kita nggak harus tau muka mereka kan? Siapa yang mengharuskan coba? Well, its all my humble personal opinion.
We are the real planet earths virus.
Akhirnya saya berhasil bilang sama suami, kalau semoga ini terakhir kita nonton pentas lumba-lumba. Dengan membeli tiket berarti kita membantu pengusaha pentas lumba-lumba buat bertahan. Saya juga bilang sama anak kalau seharusnya lumba-lumba tidak tinggal di kolam, tetapi di laut. Juga beruang madu dan berang-berang, they deserve the wild. Dia sih manggut-manggut, biar masih 3 tahun, saya harap saya menanamkan hal manusiawi dan alami ke dalam hati si kecil yang masih murni.

- 0 comments

Kids movie

Beberapa waktu lalu kakak ipar saya menjanjikan sesuatu kepada Ara. Katanya di rumah ia punya barbie. Lalu ketika ada kesempatan ketemu diberikan lah mainan yang di janjikan nya itu kepada Ara. Badala, it wasnt barbie. Ternyata yang di kasih itu mainan bongkar pasang dengan karakter disney princess, snow white dan cinderella. Its not even close to any barbie in the world. Can you see the similiarity? Barbie? Disney princess? *sigh*
Mungkin di luar sana banyak orang tua seperti kakak ipar saya itu. Mereka tidak update karakter kartoon anak atau mainan-mainan anak atau bahkan hal-hal yang sedang trend di kalangan anak-anak. Theyre just too busy making money for their kids, but they just dont care at all about what makes their kids happy. Their own kids especially, all the kids in the world generally.
I love watching movies, so does my kid. Or i just can say that i whose introduce movies to her. Saya memang yang memilihkan tontonan buat anak saya, meskipun itu terlihat arogan, karena saya memilih apa yang akan di tonton anak menurut baik buruknya dari segi pandang saya saja. Karena kami tidak berlangganan tv kabel yang menyediakan channel khusus anak dan bayi maka kami membelikan Ara cd. Pada masa bulan-bulan pertama Ara kami menggempurnya dengan tumpukan vcd baby einsten. Kata nya sih bisa bikin anak cerdas, wether true or wrong, yang jelas ia terhibur. Menginjak masa yang lebih kompleks kami mengenalkannya dengan Barney. It worked well. Barney memang di rancang untuk usia 1 tahun ke atas. Gerakan di film seri barney lambat, mempermudah anak untuk mengikuti jalan cerita tanpa terburu-buru. Selain itu Barney penuh dengan nyanyian. Kiddos love singing and dancing right? Selain itu kita juga belajar banyak tentang lagu-lagu anak. Selain Barney kami juga memberikan nya Telletubbies dan Pocoyo.
Setelah berabad-abad televisi kami di jajah Barney and friends, kami sekarang mengalami sebuah revolusi. Sekarang televisi kami di sabotase Strawberry shortcake dan Dora the explorer. Kemajuan kan? Selain itu kami juga memperkenalkan Ara pada Mickey mouse, Doc Mcstuffin, Frosty the snowman, dan beberapa serial lain yang menarik. Ara nggak suka thomas, the cars, atau robot-robot. Well, yes, Ara is a girl off course.
Suatu hari keponakan main ke rumah, celana nya bergambar baby bop, teman Barney. Waktu itu Ara bilang mah, baby bop, sang sepupu menjawab bukan, itu barney!, kemudian si ibu menegaskan ya, itu barney. Oh god, dinosaurus perempuan  hijau itu adalah baby bop, please. Lalu suami saya nimbrung ya, itu baby bop. Dalam rangka membela anak kami, dan mengutakan kebenaran ke penjuru dunia. And that sister in law just didnt care. Why she didnt care? I just dont get her. pada suatu ketika yang lain, sepupu suami main ke rumah. Ia seumuran dengan saya, anak nya pun Cuma beda 3 bulan dari Ara. Waktu tanya soal film kesukaan ara menyebut strawberry shortcake, secara mengejutkan si tante pun menyanyi lagu soundtrack strawberry shortcake. Oh how i love her. meskipun anak nya cowok tapi nggak membuat dia nggak ngerti soal  film anak cewek. Thats what cancer does, we love our family. Toss ya maaak. *lhoh?*
Yes, i loove watching movies. Not only in genres that i like to watch, but also what my kid watchs. Mengapa kadang kita merasa terlalu tua dan bijaksana untuk ikut menonton apa yang di tonton anak? Mengapa dengan menyerahkan anak kepada tontonan nya membuat kita leluasa meninggalkannya dengan segala kesibukan kita yang lebih penting? mengapa oh mengapa? bukan nya sombong ya, saya hanya menemani anak saya nonton film nya. saya mengetahui apa saja cd yang anak saya koleksi. Saya tau judul mana yang mengandung cerita apa. Saya tau scene mana yang anak saya ingin tonton berulang-ulang. Saya ngerti semua lagu dalam film-film anak saya. Well, nggak semua hapal, kadang beberapa saya Cuma bisa nada nya. Bahkan suami saya harus nanya dulu, ma, mana ini strawberry kutek-kutek?.  title menu, nomor dua dari bawah, judulnya yang glittery, kamu cepetin sampe sini, terus balik lagi sebentar sampai episode yang pertama selesai. Yes, saya penguasa remote control.
Apa mungkin karena saya ibu rumah tangga jadi saya bisa leluasa nonton film? Nggak juga. Waktu saya kerja pun ketika sore hari anak saya nonton film nya saya ikut nemenin. Meskipun pikiran kita terbebani dengan wah cucian banyak, capek banget dan lain-lain, tapi sedikit mungkin saya berusaha menemani anak nonton.  Pernah suatu masa ketika saya sibuk ini itu, saya nggak ikut nonton serial barney baru yang di tonton Ara. Saya ketinggalan jauh. Sampai waktu anak saya minta yang bagian ini itu saya nggak tau, buta sama sekali. Saya merasa bersalah,si anak marah-marah, porak porandah. Mungkin ini susah nya membagi pikiran ketika ngurusin anak. They ask you your whole body and mind. Nggak bisa setengah-setengah. Bagi para ibu bekerja, luangkan lah waktu untuk duduk santai menonton bersama anak. Lupakan ini itu yang harus dikerjakan. Just be present. Untuk ibu rumah tangga, mak nyuci nya nanti aja waktu anak tidur.
Kalau kita menyerahkan tontonan kepada anak maka akan sulit bagi nya mencerna bagian tertentu yang tidak ia mengerti. Ia juga belum tentu nangkep maksud film kalau bukan kita yang menjelaskan. Kalau kita nggak ngerti karakter dalam film yang ia tonton kepada siapa ia bisa bertanya. Apalagi balita kan belum bisa baca. Contoh nya film strawberry shortcake, ia punya banyak karakter. Apalagi nama-namanya hampir sama. Perpaduan nama buah dan kue. Hampir sama dengan aturan membaca buku untuk anak, kita di harapkan membaca dulu untuk mengetahui isinya sebelum di bacakan kepada anak kan? Begitu juga dengan film. Kalau bukan kita, Kepada siapa anak bertanya beda nya raspberry dan strawberry? Mereka sama-sama punya rambut berwarna merah. ma, angel cake itu suka nya mayah-mayah ya ma, kata ara suatu ketika. iya, jangan suka marah kalau main, nanti ndak punya temen, harus smile dan happy biar temen nya banyak. Angel cake di suatu episode bersikap sangat tidak sportif, tiap kali ia tidak bisa menangkap bola ia marah kepada teman-teman nya. How do you know if you dont watch the movie? Thank me i did.
Menemani anak nonton filmnya nggak harus di lakukan tiap saat kok. Anda cukup menonton nya sekali dua kali. Tonton dengan seksama sehingga anda tau isi film, nama karakter, barang-barang apa yang di gunakan, dan apa pesan moralnya. Barang-barang?? Jaga-jaga kalau si anak tanya ma, yang di pakai orange blossom tadi apa namanya?. Nah lo. Setidaknya anda tau dunia anak anda, and you wont get lost.
Menonton film anak bukan berarti anda kehilangan waktu efektif. Menjadi kanak-kanak lagi itu bukan dosa. Lagi pula nggak ada yang menuntut kita selalu dewasa. Be with your kids, and be a kid again and again, its just fun.

Wednesday, May 15, 2013 - 0 comments

Librari-lover

Saya tiba-tiba kangen sama perpustakaan. Well,i was a library maniac. Dulu sewaktu masih nomaden, young, single and available, saya nggak pernah nggak punya library member card.
Semua berawal dari perpustakaan esema. Disana saya pertama  kali bertemu trilogi genduk duku-lusi lindri-roro mendut. Disitu lah pertama kali saya merasa euforia mendapat akses gratis ke berbagai macam jendela dunia. Saya juga ingat dulu ketika kelas tiga esema saya sering pulang sendiri. Kalau berjalan memutar melewati perempatan alun-alun saya akan melewati perpustakaan daerah. Awalnya saya agak takut dengan bangunan nya yang tua. Gedung mana sih yang ga tua kalau di kelola pemerintah?  Ternyata setelah memasuki bangunan dalam nya saya merasa menikmati suasana homy sebuah perpustakaan. Dont judge a library from its building. Haha. Penjaga perpustakaan nya pun ramah.  Suasana nya nyaman dan dingin. Peminat nya pun lumayan banyak. Kebanyakan memang para pelajar, dari usia sekolah dasar sampai sekolah menengah umum seeprti saya waktu itu. Setelah buku perpustakaan sekolah tidak lagi menarik maka kesini lah saya mampir sepulang sekolah. Hanya bermodalkan kartu pelajar saya sudah mengantongi kartu anggota. Buku-buku nya pun lumayan lengkap untuk ukuran perpustakaan daerah. It is a great memory.
Setelah kuliah saya diperkenalkan dengan perpustakaan wilayah oleh teman-teman kampus. Sebagai anak baru di kota tentu saya takjub dengan koleksi buku yang perpustakaan wilayah (perwil) punya, dibanding dengan perpustakaan sekolah dan daerah di kota kecil saya. Saya merasa beruntung sekali. Apa sih yang ngalahin bau harum buku-buku yang berjejer rapi di rak? It was my little heaven. Untuk beberapa periode disana lah saya menghabiskan waktu.
Setelah bekerja nyambi kuliah ( kebalik nggak sih? ) saya jarang sekali membaca buku. Itu mungkin dikarenakan saya bekerja di seputar internet. Selain itu keinginan mempunyai buku lebih besar di banding meminjam. Karena tempat kerja saya di tengah pusat kota maka akses menuju toko buku pun gampang. Dari toko Gunung agung, gramedia, sampai merbabu. Saya mulai membeli buku. Tidak lagi meminjam. Lagi pula jarak tempat saya kerja-rumah dengan perpustakaan wilayah lumayan jauh. Jadilah saya mulai menjauhi perpustakaan. Apalagi setelah saya lulus kuliah, otomatis saya nggak punya KTM lagi. Makin susah jadi member perwil. Harus dapat surat RT/ instansi tempat kerja. Repot ya. Apalagi semakin menua makin malas lama-lama baca. Lebih baik lama-lama bergaul. Hiyahh.
Sekitar tahun 2008 saya mengeluarkan diri dari tempat kerja yang nyambi kuliah tadi. Berhubung kakak saya menyewa rumah agak jauh dari pusat kota jadi nya saya agak malas keluar-keluar. Saya lupa entah dari mana mendapat informasi tentang perpustakaan daerah di daerah itu, yang jelas saya udah nyasar aja kesana. Hehe. Apalagi bangunan itu tidak bertuliskan perpustakaan daerah melainkan instansi pemerintah lain yang saya lupa apa itu. Pokoknya disana kerinduan saya akan akses buku murah pun terobati. Hanya membayar biaya pendaftaran sekitar Rp. 10.000,- saya bisa meminjam buku sesuka hati saya. Jangan salah lho menilai perpustakaan daerah disana, meskipun nggak lengkap banget tapi saya bisa menemukan Paulo Coelho. Keren kan?
Setelah menikah maka dapat di tebak bahwa saya tidak lagi mengakses buku-buku. Anda benar, tapi juga sedikit salah. Haha. Setelah menikah saya bersama suami tinggal di daerah kota. Tapi tidak lantas saya mendaftar kan diri jadi anggota perwil lagi. Karena saat itu saya bekerja maka saya tidak punya waktu luang tengah hari untuk melakukan transaksi pinjam meminjam di perwil. Tapi saya tidak kalah akal, saya mendaftar penyewaan buku komersial. Well, bisa di bilang mahal sih, tapi kalau ga pegang buku rasanya gimana gitu ya. Meskipun di persewaan buku itu kebanyakan hanya novel dan buku fiksi tapi itu tidak mengurungkan niat saya. Kadang nyempil buku bagus diantara tumpukan buku nggak menarik, kan?
Masa-masa awal punya anak diwarnai dengan kesibukan. Maka untuk masalah buku vakum dulu. Yang sering di baca hanya sumber-sumber tumbuh kembang anak. Tapi setelah anak menginjak 1 tahun rasa rindu membaca itu datang lagi. Kebetulan di tempat baru itu ada persewaan buku juga. Agak mahal sih kalau di hitung-hitung tapi persewaan buku ini lumayan bagus juga. Buku-buku nya pun nggak main-main. Bayangkan, di persewaan buku yang kebanyakan koleksinya adalah komik kita bisa menemukan buku berat nya Karen Armstrong. I was a lucky girl.
Sekarang, di tempat tinggal baru ini saya seperti terbuang jauh ke masa purba. Tidak ada perpustakaan, tidak ada persewaan buku, jauh dari toko buku, jobless-which mean i can not spend money that i am not earn-, i am totally lonesome.
Thats why how i miss spending time all day long dlosoran in the library. I miss those times. Bau buku di rak, suasana orang-orang yang nutupin buku-buku yang mau kita lihat, atau rebutan mau ngambil buku yang sama. Saya Cuma bisa berharap nanti kalau anak saya sudah cukup besar saya bisa mengajari nya mencintai (and dying for) perpustakaan. Like i was, and i am still.