Thursday, February 14, 2013 - 0 comments

Dilema nya jadi Ibu jaman sekarang


Betapa dilematis nya menjadi perempuan kebanyakan di jaman modern ini. Anda tidak dapat merengkuh dua pilihan dalam kehidupan mengenai anak anda. Anda hanya boleh memilih satu, dengan berbagai macam konkuensi. Wanita pekerja atau ibu rumah tangga. Kalau di jaman dulu, dengan psikologi orang jawa, wanita hanya punya satu pilihan. Menjadi ibu rumah tangga dan semua orang memakluminya. Kalau pun beberes rumah dan nganter makan suami di sawah sih sudah kewajiban ya. Maksud saya disini, perempuan jaman itu tidak di tuntut oleh perkembangan jaman. Kebutuhan informasi, perkembangan pemikiran dan kemampuan, serta berbagai macam tetek bengek emansipasi. Well, i am not trying to say that is a bad thing, tapi kebutuhan cara pandang dan pemikiran membuatnya tidak se-sederhana jaman dulu.



Pertama mari kita bicara tentang wanita pekerja. Sesingkat apapun jam kerja anda, anda tetap tidak gampang untuk bisa memusatkan pikiran dalam tumbuh kembang anak. Butuh extra tenaga untuk keluar dari masalah bisnis kemudian memikirkan stimulasi apa yang tepat untuk mengembangkan kemampuan dan tumbuh kembang balita anda. Beberapa wanita memilih banyak bantuan untuk melakukannya. Selagi bekerja mereka memberikan tanggungjawab perkembangan anak ke lembaga pendidikan yang bonafide. Selepas jam kerja? Ya waktunya istirahat, toh besok tanggung jawab itu masih di pegang oleh lembaga pendidikan anak tersebut. Kalau hasilnya jelek ya tinggal tuntut atau paling tidak ngomel, standar seperti apa yang di inginkan, dan lembaga pendidikan harus berusaha mendidik si balita se-sukses mungkin.
Saya sempat beberapa kali melihat atau mendengar cerita tentang keluhan ibu rumah tangga yang tidak cukup memberikan waktu buat sang buah hati. Rasa bersalah, cemburu dengan pengasuh, sampai ketidak harmonisan hubungan ibu dan anak menjadi masalah wanita pekerja. Mereka terlalu lelah bahkan hanya untuk mendengar si anak bercerita. Buruknya, anak bahkan tidak mau bercerita pada ibu, karena pertemuan yang singkat membuat kualitas hubungan menurun. Ibu hanya orang yang mencari uang untuk kebutuhan ku. Itu memang penting. Suatu saat ketika dewasa ia akan mengerti. Tapi siapa yang mengisi kekosongan waktu ketika ibu mencari penghasilan? Di situ letak masalahnya.

Seperti saya katakan di awal tadi bahwa setiap pilihan mempunyai resiko, harapan kita adalah meminimalisir resiko tersebut. Bagi ibu bekerja, sepulang dari kantor cobalah untuk tidak memegang pekerjaan rumah tangga. Luangkan waktu yang hanya beberapa jam sebelum anak tidur untuk mendekati nya. Menanyakan bagaimana hari nya dan mendengarkan seluruh cerita. Bila anak sudah besar tentu lebih banyak kegiatan yang bisa di lakukan dan di bicarakan bersama. Toh selelah apa pun kita tidak akan merugikan bila menunggu anak tidur dulu baru mengistirahatkan diri sendiri. Memang waktu weekend adalah waktu untuk membayar hutang pada anak-anak, tapi kita kan bukan orang tua hanya saat weekend saja. Kita orang tua penuh. Lupakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci/ setrika, menata lemari, dan sebagainya. Mereka bisa menunggu.

Yang kedua adalah menjadi ibu rumah tangga. Jika anda adalah tipikal perempuan yang susah sekali melepas anak sendiri maka anda tidak punya pilihan lain selain menjadi ibu rumah tangga. Jadi pengangguran itu memang terlihat menjanjikan. Banyak waktu luang untuk diri sendiri. Eits, siapa bilang? Anda harus mengikuti dan membimbing waktu biologis anak. Dari saat anak bangun sampai anak tidur. Dan waktu diantara hal tersebut sudah menyita waktu. Dengan anak yang ditungguin seperti itu bukan hanya saat di rumah saja si anak jadi mommy’s children, tapi juga di luar rumah. Rasanya seperti anda tiba-tiba punya kembaran yang mengikuti kemana pun  kita pergi. Kalau yang dilahirkan kembar sih mungkin sudah bisa membayangkan.  Mungkin analogi itu kurang tepat karena kembaran nggak selalu butuh di bantu, di cebokin, di gandeng, dan sebagainya. Anda sudah bisa membayangkan kan? Pantas saja orang jawa punya istilah jika seseorang sudah punya anak ‘wes nduwe buntut’ alias sudah punya ekor. Tau dong ekor selalu mengikuti kemana pun kita pergi. Ibu rumah tangga jarang punya waktu untuk diri nya sendiri. Siapa bilang ibu rumah tangga adalah pekerjaan ringan? Kadangkala saya mengalami bahwa 24 jam sehari saja tidak cukup untuk membereskan rumah. Malam ini di bereskan besok berantakan lagi.

Dengan tuntutan jaman dimana wanita setara dengan pria, maka sulit untuk memilih. Apalagi bagi wanita yang sebelum menikah sudah mempunyai gelar akademis. Sulit untuk tidak mengabdikan diri kepada bidang yang sudah dipelajari bertahun-tahun. Paling tidak jika wanita tersebut memilih untuk merawat anak ia tidak hanya berkutat dengan tumbuh kembang anak. Wanita butuh informasi, butuh pergaulan, butuh hiburan, dan sebagainya. Betulkan apa yang saya bilang kalau wanita modern tidak se-sederhana wanita jaman dahulu.
Tapi apapun keputusan ibu, semua ada resiko dan manfaatnya. There’s no perfect mom in this world, meskipun ibu itu adalah ibu rumah tangga super sabar dan penuh kasih sayang , there’s no such thing.  Yang terpenting adalah kesadaran dan kepedulian ibu dalam mengemban tugas nya sebagai orang tua. Ayah turut bantu ibu dong ya. Jadi anak tidak merasa berat sebelah, tapi merasa bahwa ia bisa mengandalkan kedua orang tuanya.

0 comments:

Post a Comment