Sunday, April 8, 2012 - , 0 comments

what if

Hari Minggu lalu adalah perayaan minggu palma bagi agama katolik. Pada perayaan misa seluruh umat membawa daun palem untuk diberkati romo.

Nah ketika perayaan misa berlangsung seorang balita 3 tahun yang duduk di depan saya bermain-main dengan daun palem orang tua nya. karena bentuknya seperti sapu maka daun itu dimainkan untuk menyapu lantaI. lalu berteriaklah sang papa. "Cel!! jangan! Dosa kamu!"

semakin kesini saya merasa bahwa iman menjadi barang mewah. kalau iman saja sering naik turun,apalagi loyalitas terhadap organisasi keagamaan. hal-hal semacam apa yang orang tua tadi lakukan menjadi sesuatu yang sangat dangkal di mata saya. mungkin saja kalau Yesus datang ia akan bilang 'biar saja, toh cuma daun. aku tidak pernah meminta orang untuk mengelu-elukanku. aku bahkan tidak meminta kalian membuat agama..aku tidak akan memberikan label dosa pada seorang anak kecil yang bermain-main dengan sesuatu yang sepele. tidak esensial.." ini mungkin saja lho, mungkin juga tidak. hehe.

saya memang liberal. memang nya ada yang salah dengan menjadi liberal? bahkan ketika saya berpikir bebas saja saya terperangkap dalam kebebasan saya. apalagi jika saya/ anda menjadikan diri budak pada sebuah ideologi/ dogma agama/ semacam nya. jiwa kita menjadi kerdil.

saya bingung bagaimana nanti mengajarkan agama atau moral kepada anak saya. karena segala sesuatu di dunia ini adalah relatif. relatif baik, relatif buruk, relatif jahat, relatif suci. relatif ada, relatif tidak ada. tergantung bagaimana cara pandang kita. sedangkan cara pandang di tentukan oleh latar belakang kehidupan manusia itu sendiri. dan latar belakang kita semua tidak lah sama. semua jadi serba relatif.
tetapi jika tanpa ketegasan norma pun nanti ara cenderung menjadi 'liar'. liar disini bukan berarti anak saya menjadi tarzan. tapi jika kebebasannya tidak di terima oleh lingkungan yang serba (sok) tertib ini ya mungkin saja ia menjadi tarzan masuk kota. unaccepted. yang pasti saya akan mengasah hati nya untuk peka terhadap ketidak adilan, terhadap kemanusiaan, terhadap segala sesuatu yang seharusnya berjalan menurut hukum alam, bukan hukum manusia.



akhir-akhir ini saya baru saja mengalami sebuah pencerahan pikiran. saat itu saya sedang bengong di depan patung Yesus di taman doa gereja. saat itu saya berpikir, mengapa ketika sampai di depan salib kita seolah ter-setting otomatis untuk berdoa. berdoa pun konotasinya adalah 'mengeluh'. maaf ya, kayaknya kita langsung ingat semua kesusahan dan penderitaan kita. curhat karena kita galau.
padahal semasa hidupnya dia sudah menderita sebelum dan saat di salib. bahkan manusia mengingat dia pun ketika dia sengsara. tidak cukup kah kita mengenangkan nya saja tanpa menambah kan 'luka-luka' lagi?
bisakah kita mencintainya saja, termasuk ketika ia tidak menciptakan mu;jizat dalam hidup kita.

lalu saya melihat Yesus sebagai pahlawan. pembaharu. revolusioner. yang sampai akhir hayatnya ia hancur karena mempertahankan pemikirannya itu.
pemikiran apa yang di bawanya? banyak. sudahkah kita,umat nasrani, mempelajari dan mem-praktekkannya? itu cukup menguras waktu dan tenaga tanpa sibuk mengurusi adi kodrati nya. ya kalau terjadi, kalau tidak terjadi? butuh cinta buta untuk tetap berharap pada nya.

anda bebas menuhankan soekarno, che guevara, gandhi, bahkan kakek anda sendiri.
karena mereka mengubah hidup anda, karena mereka menguak kan kemanusiaan anda yang paling lemah sekaligus membangunkan sejatinya diri anda sampai sekokoh-kokohnya. tanpa harus menjadikan mereka polisi pada apa yang sebaiknya anda lakukan atau tidak lakukan.
berterimakasih iya, membebani ? saya rasa jangan.

kalau begini semua jadi relatif lagi kan. bisa saja daun palem di jadikan sapu itu membuat si anak dosa, bagi fanatik agamawan. bisa saja itu hal yang lucu, bagi pelawak.
jika kebenaran tidak ada yang mutlak, apalagi cuma agama. jika Tuhan saja relatif, lalu akan menjadi sulit mendefinisikan dosa.


What if God was one of us, just a slobe like one of us...

0 comments:

Post a Comment